“Sesungguhnya, Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur`an) dengan (membawa) kebenaran. Maka, sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik)....”
(az-Zumar [39]: 2-3)
PENDAHULUAN
Kita ambil contoh dua orang manusia.
Asumsikanlah bahwa mereka berdua diberikan kesempatan yang
cukup di dunia ini untuk merasakan kesenangan dari Allah
dan bahwa mereka telah diberitahu mana yang
baik dan mana yang
buruk.
Mereka memenuhi tugas-
tugas dan kewajiban agama hingga hari kematian mereka dan menghabiskan hidup mereka sebagai muslim yang
taat.
Mereka sukses dalam berbagai bidang.
Memiliki pekerjaan yang
bagus,
keluarga yang
harmonis,
dan menjadi anggota masyarakat yang
terhormat.
Jika orang ditanya,
siapakah yang paling
sukses di antara kedua orang tersebut,
mereka mungkin menjawab, “
Orang yang
bekerja lebih keras.”
Akan tetapi,
jika jawaban ini diperhatikan dengan saksama lagi,
kita akan menyadari bahwa definisi-
definisi sukses tersebut tidak berdasarkan Al-
Qur`an,
tetapi atas dasar kriteria duniawi.
Menurut Al-
Qur`an,
bukanlah kerja keras,
bukan kelelahan,
bukan pula mencapai penghormatan atau cinta dari orang lain yang
disebut sebagai kriteria keunggulan,
melainkan keyakinan mereka akan Islam,
amal baik yang
mereka kerjakan untuk mendapatkan keridhaan Allah,
dan niat baik mereka yang
terpelihara dalam hati.
Itulah yang
disebut kriteria yang
unggul di hadapan Allah. Allah
menyatakan hal ini di dalam Al-
Qur`an,
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (al-Hajj [22]: 37)
Sebagaimana disebutkan di atas,
amalan yang
dilakukan seseorang dengan menyembelih seekor binatang karena Allah,
akan dinilai-
Nya bergantung pada ketaatan atau rasa takutnya kepada Allah.
Daging atau darah bintang apa pun yang
disembelih dengan menyebut nama Allah
itu tidak ada nilainya di hadapan Allah
jika amalan tersebut tidak dilakukan karena Allah. Di
sinilah,
faktor-
faktor pentingnya adalah niat baik dan keikhlasan kepada Allah
saat menjalankan suatu perbuatan atau peribadatan kepada Allah. Karena
itu,
seorang manusia tidak akan meningkat kemuliaannya di mata Allah
hanya karena amal,
ibadah,
sikap,
dan kata-
kata baiknya.
Tentu saja semua itu adalah perbuatan yang
harus dilakukan seorang muslim sepanjang hidup mereka untuk mendapatkan balasan yang
besar di hari pembalasan.
Akan tetapi,
faktor terpenting yang
harus diperhatikan saat memenuhi semua perbuatan itu adalah tingkat kedekatan yang
dirasakan seseorang dengan Allah. Yang
penting bukanlah banyaknya perbuatan yang
kita lakukan,
melainkan bagaimana seseorang berpaling kepada Allah
dengan kebersihan dan keikhlasan hati.
Keikhlasan berarti memenuhi perintah Allah
tanpa mempertimbangkan keuntungan pribadi atau balasan apa pun.
Seseorang yang
ikhlas akan berpaling kepada Allah
dengan hatinya dan hanya ingin mendapatkan ridha-
Nya atas setiap perbuatan,
langkah,
kata-
kata,
dan do’
anya.
Jadi,
ia benar-
benar yakin kepada Allah
dan mencari kebajikan semata.
Menurut Al-
Qur`an,
“... Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (al-Hujurat [49]: 13)
Dalam banyak ayat Al-
Qur`an,
ditekankan agar
perbuatan baik itu dilakukan hanya untuk mendapatkan keridhaan Allah.
Akan tetapi,
beberapa orang berusaha untuk mengabaikan kenyataan ini.
Mereka tidak pernah berkaca pada kebersihan niat di dalam hati mereka saat melakukan suatu pekerjaan,
memberi nasihat,
menolong orang,
atau berkorban.
Mereka percaya bahwa perbuatan mereka sudah cukup,
dengan menganggap bahwa mereka telah menunaikan tugas agama. Di
dalam Al-
Qur`an, Allah
mengatakan kepada kita tentang mereka yang
berusaha sepanjang hidupnya,
namun sia-
sia.
Jika demikian halnya,
mereka akan dihadapkan pada situasi berikut ini di hari pembalasan.
“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan.” (al-Ghaasyiyah [88]: 2-3)
Karena
itulah,
manusia akan menghadapi satu dari dua situasi tersebut di hari akhir.
Dua orang yang
telah mengejar pekerjaan yang
sama,
mencurahkan usaha yang
sama,
dan bekerja dengan kebulatan hati yang
sama sepanjang hidup mereka,
bisa mendapatkan perlakuan yang
berbeda di hari akhir.
Mereka yang
membersihkan dirinya akan dibalas dengan kebahagiaan surga yang
memikat,
sedangkan mereka yang
meremehkan nilai keikhlasan saat berada di dunia ini akan mengalami penderitaan neraka yang
tiada akhir.
Di
dalam buku ini,
kita akan mengacu pada dua aspek keyakinan yang
mengubah perbuatan yang
dilakukan seseorang menjadi berarti dan bernilai dalam pandangan Allah,
yakni dengan pembersihan diri dan keikhlasan.
Buku ini bertujuan untuk mengingatkan mereka yang
gagal menjalani hidup mereka hanya untuk keridhaan Allah,
mengingatkan bahwa semua usaha mereka sia-
sia. Karena
itu,
buku ini mengajak mereka untuk membersihkan diri mereka sebelum datangnya hari pembalasan.
Sebagai tambahan,
kami juga ingin—
sekali lagi—
mengingatkan semua orang beriman bahwa pikiran,
perkataan,
atau perbuatan apa pun yang
dapat mengurangi keikhlasan seseorang,
memiliki konsekuensi yang
besar karena konsekuensi-
konsekuensi yang
mungkin muncul di hari akhir. Karena
itulah,
kami ingin menunjukkan semua jalan untuk menjaga keikhlasan mereka dengan cahaya yang
ditebarkan oleh ayat-
ayat Al-
Qur`an.